Minggu, 15 Juni 2014

SELAMAT TINGGAL TRIPLE GUN, SELAMAT DATANG OERLIKON SKYSHIELD



Kedatangan berbagai alutsista canggih yang mengisi berbagai pangkalan TNI AU seperti Sukhoi 27SK/30, Super Tucano, dan terakhir T-50i Golden Eagle tak pelak melegakan karena kekuatan TNI khususnya TNI AU semakin memenuhi MEF I. Akan tetapi, bangkitnya kekuatan sang Swa Bhuana Paksa juga membawa tantangan tersendiri. Sehebat-hebatnya pesawat tempur bermanuver dan memenangkan superioritas udara, posisinya sangat rentan di darat dari serangan dadakan pesawat lawan atau bahkan rudal jelajah. Apalagi sebagian besar shelter dan hangar skadron di seluruh tanah air belum mengadopsi desain konstruksi tahan bom atau serangan udara lainnya.
Sementara kekuatan pertahanan Lanud TNI AU terbatas pada sejumlah Triple Gun dan rudal panggul QW-3 yang berjarak sangat pendek. Memang pada saat Marsma (Pur) Nanok Soeratno menjadi Dankorphaskas, Triple Gun sempat dimodifikasi dengan dipasang pada sasis truk Reo, tetapi tetap saja tidak akan efektif digunakan menyasar musuh yang terbang dengan kecepatan tinggi. Apalagi senjata udara-darat saat ini sudah dilepaskan dari titik yang jauh (stand off weapon), sehingga pesawat pembawa belum terlihat, rudalnya sudah sampai di tujuan. Sudah jelas, selain membangun kekuatan udara sebagai hak dan kewajiban asasi TNI AU, soal pertahanan fasilitas-fasilitasnya pun juga harus turut dipikirkan.


Triple Gun pada Sasis Truk Reo


Untungnya, dari Kementrian Pertahanan berhembus kabar baik. Seperti dikonfirmasi ke media, Kemhan mengakui telah membeli enam baterai sistem Rheinmetall Skyshield senilai 113 juta Euro pada pertengahan 2013 setelah isunya santer berhembus sejak 2009, dilanjutkan kontrak pembelian sistem kontrol penembakan SkyMaster dan dukungan logistik serta perawatan senilai 38 juta Euro pada Januari 2014. Sistem yang dibeli Jerman dengan kode NBS (Nachstbereichsschutzsystem). Hal ini menandakan satu lompatan yang luar biasa dan menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyiapkan sistem kesenjataan terbaik dan komprehensif untuk kebutuhan TNI AU.
Dibanding dengan sistem Triple Gun yang sepenuhnya dioperasikan secara manual baik deteksi, identifikasi, penjejakan, dan penembakan, Rheinmetall Skyshield merupakan sistem yang memiliki kemampuan deteksi dengan sarana radar dan mampu dihubungkan antar unit untuk membentuk satu sistem jaringan pertahanan titik yang mumpuni.



Pagar Udara
Dalam hal desain, sistem meriam pertahanan udara Skyshield tak berbeda jauh dengan sistem meriam CIWS Millenium. Keduaya sama-sama berbagi komponen kanon yang sama, yaitu Oerlikon Contraves 35/1000 kaliber 35mm L79 GDF-007 dengan mekanisme gas dan sistem pendingin air. Bedanya, apabila Millenium sebagian besar dikoneksikan dengan sistem SEWACO kapal perang, maka sistem Skyshield dibangun dalam kompleks baterai dengan sistem radar penjejak dan pencari sasaran Skymaster.
Biarpun larasnya tunggal, Skyshield mampu melontarkan peluru dengan kecepatan tembak tertinggi 1000 peluru per menit, berkat penggunaan sistem revolver empat kamar. Peluru yang dipasok sabuk memasuki salah satu lubang peluru dari revolver untuk kemudian ditembakkan dari revolver yang terus berputar, menghasilkan kecepatan tembak cukup tinggi tanpa menghambur-hamburkan peluru dibanding sistem multilaras seperti Phalanx.
Kekalahan dalam hal kuantitas tersebut ditebus Rheinmetall dengan penguasaan kualitas teknologi amunisi dan sensor. Amunisi andalan kanon 35mm Oerlikon diracik dan dirilis dengan nama AHEAD (Advance Hit Energy and Destruction). AHEAD merupakan peluru dari tipe airbursting atau pecah di udara, yang memiliki dua macam varian yaitu air defense variant (ADV) dan IFV untuk kendaraan tempur. Untuk varian ADV yang diperuntukkan bagi sistem Skyshield, tiap kepala pelurunya tersimpan 152 pellet (sub-proyektil) berbahan tungsten yang setiap pellet memiliki bobot 3,3 gram.


Amunisi AHEAD

Seluruh sub-projectile terbuat dari bahan tungsten, yang ketika dipanaskan oleh ledakan dengan mudah menembus tubuh alumunium pesawat tempur, helikopter, dan rudal udara-darat. Saat jaket proyektil AHEAD pecah di udara, pellet tersebar bak peluru senapan tabur raksasa, membentuk pola radial yang menangkap rudal dalam jangkauan sebarannya. Dengan peluru yang pecah pada jarak berdekatan, pellet-pellet tungsten membentuk ‘awan’ metal raksasa yang menghentikan sasaran udara pada lintasannya, atau minimal menimbulkan kerusakan hebat pada sasaran. AHEAD juga dirancang sebagai amunisi yang jarak peledakannya bisa diprogram secara dinamis.
Jika dilihat dari hit probability amunisi AHEAD, dapat mencegat sasaran di udara yang meluncur pada jarak tiga-empat kali lebih jauh dibanding amunisi tunggal yang dikeluarkan Phalanx dan Goalkeeper. Skyshield sudah mampu mencegat rudal lawan pada jarak satu sampai tiga kilometer, memberikan suatu kepastian pencegatan dibanding sistem Phalanx yang bekerja pasti pada jarak 500 meter. Selain itu, jumlah peluru yang ditembakkan tentunya jauh lebih sedikit, menawarkan keunggulan dalam hal biaya cost to kill ratio yang jauh lebih rendah dibanding sistem berbasis amunisi konvensional.

Skyshield Battery
Sistem Skyshield dikenal dengan adanya sistem sel yang diberi nama Skyshield Fire Unit (SFU). Tiga unit akan membentuk satu baterai, bisa juga lebih. Komponen setiap Skyshield Fire Unit terdiri dari dua kubah kanon 35mm, satu unit sensor/radar, dan satu command post (CP) yang independen. Konfigurasi ini memungkinkan cakupan radar yang saling berpotongan, sehingga menambah ketahanan sistem dari jamming, memungkinkan jaringan Skyshield tetap beroperasi walaupun salah satu SFU dihancurkan musuh.


Skyshield Fire Unit 

Kemampuan radar Skyshield untuk mendeteksi sasaran dengan RCS (Radar Cross Section) sekelas pesawat tempur F-16 adalah 20-25 kilometer tergantung cuaca, sementara peluru kendali dimulai pada jarak 10 kilometer.
Selain sistem radar, SFU juga masih dilengkapi dengan sistem elektro optik untuk membantu operator di CP mengidentifikasi sasaran. Sistem elektro optik yang tersedia sangat lengkap, mulai dari kamera infra-merah, kamera TV, Laser Range Finder (LRF) sampai Distance Measuring Device (DMD). Keempat sistem elektro optik ini diselaraskan dengan arah gerak radar penjejak untuk memastikan sasaran yang diikuti oleh sistem. Pasokan data dari radar dan sistem elektro optik dikirim ke CP, berbentuk kontainer palet yang dilengkapi generator dan pendingin udara.     
Apabila ingin melindungi sistem meriam Skyshield dari tembakan senjata ringan atau pecahan artileri, Rheinmetall menyediakan rumah dan pelindung laras dari bahan baja dengan bentuk cukup futuristik dan stealthy. Untuk mencegah kehilangan daya pada saat dioperasikan, tiap rumah meriam Skyshield dilengkapi delapan aki 12 volt sebagai tenaga cadangan. Satu baterai Skyshield yang terdiri dari minimal tiga SFU dikatakan mampu melindungi area seluas 100 kilometer persegi, pas untuk luasan satu pangkalan udara dan komponen pendukungnya.


Skyshield Fire Unit dengan Pelindung Laras

Sejauh ini TNI AU belum secara gamblang menyebutkan Lanud mana saja yang akan kebagian jatah payung Rheinmetall Skyshield. Yang jelas, Lanud kelas A yang bersifat strategis tentunya akan mendapatkan prioritas, mengingat pesawat-pesawat tempur baru yang bermarkas di sana. Berarti Lanud Hasanuddin (Makassar), Supadio (Pontianak), Halim Perdanakusumah (Jakarta), Iswahyudi (Madiun), Adisucipto (Yogyakarta), dan Pekanbaru kemungkinan besar akan memperolehnya. TNI AU sendiri mengaktifkan kembali Detasemen Pertahanan Udara (Denhanud) pada medio 2013 yang merupakan konversi dari Markas Komando Kompi E BS Korpaskhasau Yogyakarta sebagai bekal persiapan organisasi yang kelak akan mengoperasikan Skyshield.



COMMANDO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar