Kedatangan berbagai alutsista canggih yang mengisi berbagai pangkalan TNI AU seperti Sukhoi 27SK/30, Super Tucano, dan terakhir T-50i Golden Eagle tak pelak melegakan karena kekuatan TNI khususnya TNI AU semakin memenuhi MEF I. Akan tetapi, bangkitnya kekuatan sang Swa Bhuana Paksa juga membawa tantangan tersendiri. Sehebat-hebatnya pesawat tempur bermanuver dan memenangkan superioritas udara, posisinya sangat rentan di darat dari serangan dadakan pesawat lawan atau bahkan rudal jelajah. Apalagi sebagian besar shelter dan hangar skadron di seluruh tanah air belum mengadopsi desain konstruksi tahan bom atau serangan udara lainnya.
Sementara
kekuatan pertahanan Lanud TNI AU terbatas pada sejumlah Triple Gun dan rudal
panggul QW-3 yang berjarak sangat pendek. Memang pada saat Marsma (Pur) Nanok
Soeratno menjadi Dankorphaskas, Triple Gun sempat dimodifikasi dengan dipasang
pada sasis truk Reo, tetapi tetap saja tidak akan efektif digunakan menyasar
musuh yang terbang dengan kecepatan tinggi. Apalagi senjata udara-darat saat
ini sudah dilepaskan dari titik yang jauh (stand off weapon), sehingga pesawat
pembawa belum terlihat, rudalnya sudah sampai di tujuan. Sudah jelas, selain
membangun kekuatan udara sebagai hak dan kewajiban asasi TNI AU, soal
pertahanan fasilitas-fasilitasnya pun juga harus turut dipikirkan.
Triple Gun pada Sasis Truk Reo |
Untungnya,
dari Kementrian Pertahanan berhembus kabar baik. Seperti dikonfirmasi ke media,
Kemhan mengakui telah membeli enam baterai sistem Rheinmetall Skyshield senilai 113 juta Euro pada
pertengahan 2013 setelah isunya santer berhembus sejak 2009, dilanjutkan
kontrak pembelian sistem kontrol penembakan SkyMaster dan dukungan logistik
serta perawatan senilai 38 juta Euro pada Januari 2014. Sistem yang dibeli
Jerman dengan kode NBS (Nachstbereichsschutzsystem). Hal ini menandakan satu
lompatan yang luar biasa dan menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyiapkan
sistem kesenjataan terbaik dan komprehensif untuk kebutuhan TNI AU.
Dibanding
dengan sistem Triple Gun yang sepenuhnya dioperasikan secara manual baik
deteksi, identifikasi, penjejakan, dan penembakan, Rheinmetall Skyshield merupakan sistem yang memiliki
kemampuan deteksi dengan sarana radar dan mampu dihubungkan antar unit untuk
membentuk satu sistem jaringan pertahanan titik yang mumpuni.
Pagar Udara
Dalam hal
desain, sistem meriam pertahanan udara Skyshield
tak berbeda jauh dengan sistem meriam CIWS Millenium. Keduaya sama-sama berbagi
komponen kanon yang sama, yaitu Oerlikon Contraves 35/1000 kaliber 35mm L79
GDF-007 dengan mekanisme gas dan sistem pendingin air. Bedanya, apabila
Millenium sebagian besar dikoneksikan dengan sistem SEWACO kapal perang, maka
sistem Skyshield dibangun dalam
kompleks baterai dengan sistem radar penjejak dan pencari sasaran Skymaster.
Biarpun
larasnya tunggal, Skyshield mampu
melontarkan peluru dengan kecepatan tembak tertinggi 1000 peluru per menit,
berkat penggunaan sistem revolver empat kamar. Peluru yang dipasok sabuk
memasuki salah satu lubang peluru dari revolver untuk kemudian ditembakkan dari
revolver yang terus berputar, menghasilkan kecepatan tembak cukup tinggi tanpa
menghambur-hamburkan peluru dibanding sistem multilaras seperti Phalanx.
Kekalahan
dalam hal kuantitas tersebut ditebus Rheinmetall dengan penguasaan kualitas
teknologi amunisi dan sensor. Amunisi andalan kanon 35mm Oerlikon diracik dan
dirilis dengan nama AHEAD (Advance Hit Energy and Destruction). AHEAD merupakan
peluru dari tipe airbursting atau
pecah di udara, yang memiliki dua macam varian yaitu air defense variant (ADV) dan IFV untuk kendaraan tempur. Untuk
varian ADV yang diperuntukkan bagi sistem Skyshield,
tiap kepala pelurunya tersimpan 152 pellet
(sub-proyektil) berbahan tungsten
yang setiap pellet memiliki bobot 3,3
gram.
Amunisi AHEAD |
Seluruh sub-projectile terbuat dari bahan tungsten, yang ketika dipanaskan oleh ledakan dengan mudah menembus
tubuh alumunium pesawat tempur, helikopter, dan rudal udara-darat. Saat jaket
proyektil AHEAD pecah di udara, pellet tersebar
bak peluru senapan tabur raksasa, membentuk pola radial yang menangkap rudal
dalam jangkauan sebarannya. Dengan peluru yang pecah pada jarak berdekatan, pellet-pellet tungsten membentuk ‘awan’
metal raksasa yang menghentikan sasaran udara pada lintasannya, atau minimal
menimbulkan kerusakan hebat pada sasaran. AHEAD juga dirancang sebagai amunisi
yang jarak peledakannya bisa diprogram secara dinamis.
Jika dilihat
dari hit probability amunisi AHEAD,
dapat mencegat sasaran di udara yang meluncur pada jarak tiga-empat kali lebih
jauh dibanding amunisi tunggal yang dikeluarkan Phalanx dan Goalkeeper. Skyshield sudah mampu mencegat rudal
lawan pada jarak satu sampai tiga kilometer, memberikan suatu kepastian
pencegatan dibanding sistem Phalanx yang
bekerja pasti pada jarak 500 meter. Selain itu, jumlah peluru yang ditembakkan
tentunya jauh lebih sedikit, menawarkan keunggulan dalam hal biaya cost to kill ratio yang jauh lebih
rendah dibanding sistem berbasis amunisi konvensional.
Skyshield
Battery
Sistem Skyshield dikenal dengan adanya sistem
sel yang diberi nama Skyshield Fire Unit (SFU).
Tiga unit akan membentuk satu baterai, bisa juga lebih. Komponen setiap Skyshield Fire Unit terdiri dari dua
kubah kanon 35mm, satu unit sensor/radar, dan satu command post (CP) yang independen. Konfigurasi ini memungkinkan
cakupan radar yang saling berpotongan, sehingga menambah ketahanan sistem dari jamming, memungkinkan jaringan Skyshield tetap beroperasi walaupun
salah satu SFU dihancurkan musuh.
Skyshield Fire Unit |
Kemampuan
radar Skyshield untuk mendeteksi sasaran dengan RCS (Radar Cross Section) sekelas pesawat tempur F-16 adalah 20-25
kilometer tergantung cuaca, sementara peluru kendali dimulai pada jarak 10
kilometer.
Selain sistem
radar, SFU juga masih dilengkapi dengan sistem elektro optik untuk membantu
operator di CP mengidentifikasi sasaran. Sistem elektro optik yang tersedia
sangat lengkap, mulai dari kamera infra-merah, kamera TV, Laser Range Finder (LRF) sampai Distance
Measuring Device (DMD). Keempat
sistem elektro optik ini diselaraskan dengan arah gerak radar penjejak untuk memastikan sasaran yang diikuti oleh sistem.
Pasokan data dari radar dan sistem elektro optik dikirim ke CP, berbentuk
kontainer palet yang dilengkapi generator dan pendingin udara.
Apabila ingin
melindungi sistem meriam Skyshield
dari tembakan senjata ringan atau pecahan artileri, Rheinmetall menyediakan
rumah dan pelindung laras dari bahan baja dengan bentuk cukup futuristik dan stealthy. Untuk mencegah kehilangan daya
pada saat dioperasikan, tiap rumah meriam Skyshield
dilengkapi delapan aki 12 volt sebagai tenaga cadangan. Satu baterai Skyshield yang terdiri dari minimal tiga
SFU dikatakan mampu melindungi area seluas 100 kilometer persegi, pas untuk
luasan satu pangkalan udara dan komponen pendukungnya.
Skyshield Fire Unit dengan Pelindung Laras |
Sejauh ini TNI
AU belum secara gamblang menyebutkan Lanud mana saja yang akan kebagian jatah
payung Rheinmetall Skyshield. Yang
jelas, Lanud kelas A yang bersifat strategis tentunya akan mendapatkan
prioritas, mengingat pesawat-pesawat tempur baru yang bermarkas di sana. Berarti
Lanud Hasanuddin (Makassar), Supadio (Pontianak), Halim Perdanakusumah
(Jakarta), Iswahyudi (Madiun), Adisucipto (Yogyakarta), dan Pekanbaru
kemungkinan besar akan memperolehnya. TNI AU sendiri mengaktifkan kembali
Detasemen Pertahanan Udara (Denhanud) pada medio 2013 yang merupakan konversi
dari Markas Komando Kompi E BS Korpaskhasau Yogyakarta sebagai bekal persiapan
organisasi yang kelak akan mengoperasikan Skyshield.
COMMANDO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar